Total Tayangan Halaman

Sabtu, 12 Oktober 2013

Exotisme Candi Boko


Anda tentu kenal dengan situs Ratu Boko di Yogyakarta. Memang, situs satu ini belum setenar Candi Borobudur atau Candi Prambanan. Ternyata, situs ini sudah ada sebelum dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Letak Situs Ratu Boko ini dekat dengan Candi Prambanan. Lebih tepatnya 3 km arah selatan Candi Prambanan. Karena letaknya di atas bukit, Anda tidak hanya melihat situs kuno saja. Tapi juga pemandangan alam yang menakjubkan, disertai sejuknya angin yang berhembus.

Pemandangan Kota Yogya dan Candi Prambanan dengan latar belakang Gunung Merapi, dapat terlihat dengan jelas dari situs Ratu Boko. Di Keraton Ratu Boko ini, Anda tidak hanya melihat candi. Namun juga situs lain, seperti gapura, paseban, candi pembakaran, keputren atau tempat singgah para puteri, kolam pemandian puteri zaman dulu dan gua lanang-wadon.

Di sini, Anda bisa melihat adanya percampuran budaya dalam struktur Keraton Ratu Boko, yakni budaya Buddha dan Hindu. Situs Ratu Boko merupakan simbol kerukunan beragama di masa lalu.

Kalau dilihat dari sejarahnya, bisa dibilang situs Ratu Boko ini masih misterius. Ratu Boko merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8. Berdasarkan sejarah, dulu Ratu Boko digunakan oleh Dinasti Syailendra, sebelum masa Raja Samaratungga, pendiri Candi Borobudur dan Rakai Pikatan, pendiri Candi Prambanan.

Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan Rakai Panangkaran pada 746-784 Masehi, pada awalnya bangunan yang ada di kawasan Ratu Boko disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, Giri berarti gunung atau bukit, Wihara berarti asrama atau tempat.

Sehingga Abhayagiri Wihara adalah asrama atau wihara para biksu agama Budha yang terletak di atas bukit penuh kedamaian. Pada masa berikutnya, antara 856-863 Masehi, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Kraton Walaing yang diproklamirkan Raja Vasal bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni.

Prasasti Mantyasih yang berangka tahun 898-908 M yang dikeluarkan Rakai Watukara Dyah Balitung masih menyebut nama Walaing sebagai asal usul Punta Tarka sang pembuat prasasti Mantyasih. Dari awal abad 10 hingga akhir abad 16, tidak ada berita terkait Kraton Walaing ini.

90 tahun kemudian, yakni 1790, Van Boeckholtz menemukan adanya reruntuhan kepurbakalaan di atas situs Ratu Boko. 100 tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian dan melaporkan hasil penelitiannya yang diberi judul Kraton Van Ratoe Boko.

 detikTravel Community -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar