Total Tayangan Halaman

Senin, 14 Oktober 2013

Borobudur di Pagi Hari

Saat berada di kawasan Candi Borobudur, indahnya mentari siap menyapa Anda di pagi hari. Bergegaslah ke bukit Punthuk Setumbu. Dijamin, Anda pasti terkesima oleh kecantikan Candi Borobudur.
Awalnya, saya cuma ingin keliling sekitar Yogyakarta saja. Namun rute traveling saya kali ini berubah setelah mengetahui nama tempat wisata Punthuk Setumbu. Nama bukit ini berada di Desa Karangrejo, kira-kira 4 km dari Candi Borobudur. Inilah salah satu tempat terbaik untuk menyaksikan mentari terbit di Borobudur.
Turis asing biasanya lebih mengenal dengan nama Borobudur Nirvana Sunrise. Bulan terbaik untuk berkunjung adalah Mei-Juli, saat cuaca cerah.

Lewat internet, saya berusaha mencari cara menuju ke lokasi itu. Singkat cerita, maka saya mulai jalan dari losmen tempat saya menginap di Malioboro pukul 04.00 WIB. Bermodal nekat dan rasa ingin tahu, saya tembus dinginnya angin subuh.
Tibalah saya di depan gate candi. Maksud hati ingin bertanya kepada bapak-bapak yang lagi bersantai, tapi dia malah menawarkan guide ke lokasi. Namun saya lebih memilih untuk jalan sendiri. Dari gerbang candi belok kiri melewati Hotel Manohara hingga masuk ke pedesaan.
Dengan percaya diri, saya jalan dengan panduan maps di ponsel yang saya harapkan bisa membawa saya ke lokasi. Masih diharapkan, jadi belum tentu lho!
Benar saja kata bapak tadi, Saya pun tersasar masuk ke desa dengan jalan kecil yang kiri kanan hutan gelap. Satu-satunya penerangan cuma dari motor saya ini. Berputar-putar tak jelas, akhirnya saya bertemu warga sekitar yang sedang beraktivitas.
Hasil bertanya beberapa warga, akhirnya saya tiba di bukit Punthuk Setumbu. Di lokasi sudah disediakan lahan parkir yang cukup untuk beberapa mobil dan motor.
Turis asing dan lokal dikenakan Rp 15.000 sudah termasuk biaya masuk dan segelas teh manis hangat atau kopi untuk di atas bukit. Sediakan senter kecil karena jalan yang menanjak curam, gelap dan licin karena embun pagi.
Perjuangan tidak sia-sia karena pemandangan dari sini sangat indah. Dari kejauhan terlihat siluet Gunung Merapi dan puncak Candi Borobudur yang diselimuti kabut dan hijaunya pepohonan.
Beberapa fotografer sudah standby untuk menjepret matahari terbit. Perlahan langit berubah warna jadi oranye dan dari balik puncak Merapi muncul mentari oranye bulat sempurna. Momen indah ini sangat langka bagi saya sebagai orang kota.
Dari awal saya perhatikan, cuma saya dan 2 orang fotografer saja yang turis lokal. Selebihnya malah turis asing yang lebih melimpah. Ternyata para turis asing itu ikut tur Borobudur Sunrise dari hotel dekat di Borobudur.
Beberapa hotel lainnya juga menyediakan tur serupa dengan lokasi yang berbeda dengan membayar sekitar Rp 200.000. Kalau saya, lebih memilih yang murah saja.

Sabtu, 12 Oktober 2013

Exotisme Candi Boko


Anda tentu kenal dengan situs Ratu Boko di Yogyakarta. Memang, situs satu ini belum setenar Candi Borobudur atau Candi Prambanan. Ternyata, situs ini sudah ada sebelum dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Letak Situs Ratu Boko ini dekat dengan Candi Prambanan. Lebih tepatnya 3 km arah selatan Candi Prambanan. Karena letaknya di atas bukit, Anda tidak hanya melihat situs kuno saja. Tapi juga pemandangan alam yang menakjubkan, disertai sejuknya angin yang berhembus.

Pemandangan Kota Yogya dan Candi Prambanan dengan latar belakang Gunung Merapi, dapat terlihat dengan jelas dari situs Ratu Boko. Di Keraton Ratu Boko ini, Anda tidak hanya melihat candi. Namun juga situs lain, seperti gapura, paseban, candi pembakaran, keputren atau tempat singgah para puteri, kolam pemandian puteri zaman dulu dan gua lanang-wadon.

Di sini, Anda bisa melihat adanya percampuran budaya dalam struktur Keraton Ratu Boko, yakni budaya Buddha dan Hindu. Situs Ratu Boko merupakan simbol kerukunan beragama di masa lalu.

Kalau dilihat dari sejarahnya, bisa dibilang situs Ratu Boko ini masih misterius. Ratu Boko merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8. Berdasarkan sejarah, dulu Ratu Boko digunakan oleh Dinasti Syailendra, sebelum masa Raja Samaratungga, pendiri Candi Borobudur dan Rakai Pikatan, pendiri Candi Prambanan.

Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan Rakai Panangkaran pada 746-784 Masehi, pada awalnya bangunan yang ada di kawasan Ratu Boko disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, Giri berarti gunung atau bukit, Wihara berarti asrama atau tempat.

Sehingga Abhayagiri Wihara adalah asrama atau wihara para biksu agama Budha yang terletak di atas bukit penuh kedamaian. Pada masa berikutnya, antara 856-863 Masehi, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Kraton Walaing yang diproklamirkan Raja Vasal bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni.

Prasasti Mantyasih yang berangka tahun 898-908 M yang dikeluarkan Rakai Watukara Dyah Balitung masih menyebut nama Walaing sebagai asal usul Punta Tarka sang pembuat prasasti Mantyasih. Dari awal abad 10 hingga akhir abad 16, tidak ada berita terkait Kraton Walaing ini.

90 tahun kemudian, yakni 1790, Van Boeckholtz menemukan adanya reruntuhan kepurbakalaan di atas situs Ratu Boko. 100 tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian dan melaporkan hasil penelitiannya yang diberi judul Kraton Van Ratoe Boko.

 detikTravel Community -